<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d11226496\x26blogName\x3dTetirah+...\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dSILVER\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://irfanmoe.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://irfanmoe.blogspot.com/\x26vt\x3d6101411460645826096', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
Tetirah ...

Adalah sebuah "laku" untuk beristirahat sejenak dari rutinitas. Di sini akan terendapkan segala penat dan kepayahan hidup. Situs ini dibangun bukan untuk siapapun, melainkan bagi kicauan burung-burung, semerbak bunga-bunga, bening telaga, dan hijaunya rerumputan. 

Friday, July 21, 2006

1:34 PM - Why The World Doesn't Need Superman

Judul di atas tertulis besar-besar pada editorial Daily Planet, harian dengan oplah jutaan lembar perhari yang terbit di kota Metropolis. Artikel itu pulalah yang mengantarkan penulisnya, Lois Lane, mendapatkan hadiah Pulitzer, sebuah hadiah yang membuktikan pencapaian tertinggi seorang jurnalis dalam karya jurnalistiknya. Esainya itu menyentak dunia. Tidak saja karena penulisnya adalah jurnalis handal yang diketahui paling mencintai sosok sang “manusia baja” itu, akan tetapi isi tulisannya juga menyadarkan dunia, bahwa di tengah kepergian Superman selama hampir 5 tahun ini, dunia mengalami berbagai macam masalah yang tetap harus dipecahkan. Dunia tidak boleh hanya berpangku tangan menanti uluran tangan Superman, akan tetapi harus terus bergerak maju. Dunia akan menyongsong masa depannya, bahkan tanpa adanya Superman sekalipun. Ucapan Lois Lane pun dia buktikan dengan menikahi Richard White, keponakan Pimred Daily Planet, dan memiliki seorang anak laki-laki.

* * *

Superman, seseorang yang kekuatannya luar biasa. Dia bak dewa yang turun ke bumi. Dia juga seseorang yang bermoral tinggi. Dengan kebaikan hatinya dia tidak segan untuk menolong yang lemah. Mulai dari menghentikan perampokan bank, menolong pesawat jatuh, hingga menyelamatkan dunia dari kehancuran akibat perbuatan milyuner psikopat, Lex Luthor. Di negara asalnya, Amerika, cerita Superman telah melegenda. Selama kurun waktu 1938 hingga sekarang (2006), cerita ini menghiasi imajinasi anak-anak hingga orang dewasa. Dengan rentang waktu yang demikian panjang (68 tahun), tak heran jika dikatakan tak ada orang Amerika yang tak mengenal Superman. Superman adalah metafor yang paling tepat bagi Amerika di hari ini.

Di hari ini, di dunia nyata, keadaan bangsa Amerika juga tidak jauh berbeda dengan superhero berkostum biru merah ini. Sebagai negara superpower, tak ada yang tak bisa dilakukannya. Pandangan tembus supernya mampu menyorot ke pelosok negara-negara di seluruh dunia, untuk mendata kandungan-kandungan alam yang melimpah. Ini termasuk di Papua (Freeport), Sumbawa (Newmont) dan terakhir di blok Cepu. Dengan kekuatannya, Amerika melumat Irak dan Afganishtan bagaikan merebut permen dari tangan seorang bocah. Bak Superman, Amerika adalah jago di antara jago-jago yang ada. PBB, IMF, Bank Dunia, dan lembaga-lembaga dunia lainnya di bawah telapak kakinya. Adakah yang bisa menghadapinya? Rusia? Iran? Korea Utara? Ataukah Indonesia?

Bagi bangsanya, Amerika adalah perwujudan utopis akan kedatangan sang ratu adil bagi dunia ini. Akan tetapi nampaknya wajah sang ratu adil ini tidaklah seganteng wajah Brandon Ruth, pemeran Superman dalam film terbarunya, Superman Returns (28 Juni 2006). Dunia mencatat adanya dualisme dalam konsep perdamaian dunia yang ditawarkan Paman Sam. Standar ganda ini hampir selalu menjadi momok. Tidak saja bagi negara-negara yang secara langsung bermusuhan dengannya, melainkan juga bagi negara-negara lain yang tidak terlibat secara langsung dengannya. Kepribadian ganda ini layaknya duo identitas Clark Kent dan Superman. Suatu saat, sang manusia super berubah wajah menjadi Clark Kent, lelaki santun nan kikuk yang jadi reporter di harian Daily Planet. Lain waktu dia berubah menjadi sosok Superman, pahlawan gagah perkasa yang ditakuti lawan dan kawan. Bedanya, baik Clark Kent ataupun Superman bermoral baik, benar-benar sosok penolong. Sedangkan Amerika? Who knows? Tentu saja, Clark Kent adalah tokoh rekaan komik, sedangkan Amerika adalah nyata-nyata sebuah negara adidaya. Dunia komik adalah imajiner, sebuah dunia khayali yang idealis, sedangkan di dunia nyata, kehidupan berjalan dengan sistem yang jauh bertolak belakang dengan dunia imajiner tadi.

Apakah benar demikian? Tidakkah kita bisa menciptakan dunia baru yang lebih baik, dimana semua orang bisa hidup dengan damai, aman, tenteram seperti yang terdapat dalam negeri dongeng di komik-komik?

* * *

Adalah seorang wanita bernama Danah Zohar yang pernah mencetuskan ide tentang dunia imajiner itu. Mengenal fisika kuantum pada umur 15 tahun, membuatnya menjadi seorang ilmuwan yang disegani di abad ke dua puluh satu ini. Setelah menamatkan pelajaran tentang Fisika dan Filosofi di MIT, dia meneruskan pendidikannya di jurusan Filosofi, Agama, dan Psikologi di Universitas Harvard. Kini, bersama Ian Marshall dia menerbitkan buku-buku tentang fisika, filosofi dan manajemen. Di Indonesia, karyanya kita kenal antara lain; The Quantum Society: Mind, Physics (1993), SQ - Connecting with Our Spiritual Intelligence (2000), dan Spiritual Capital: Wealth We Can Live By (2004).

Dalam pemikirannya, dia menjelaskan bahwa saat ini dunia dipandang manusia dalam pendekatan model pemikiran Newton. Dalam pemahaman Newtonian, alam raya secara esensi digambarkan sebagai sebuah bola bilyar, suatu model atom dengan dinding yang keras. Ketika dua buah bola semacam ini bertemu, mereka bakal bertumbukan. Akibatnya, keduanya akan sama-sama terpukul dan memantul, namun tidak mengubah bentuk dasar kedua bola tersebut. Ide-ide besar semacam individualisme didasarkan pada pemikiran ini. Pada dasarnya manusia adalah individu-individu yang terisolasi dari orang lain. Bahkan, Sigmund Freud pun mengatakan, “Kamu adalah obyek buatku dan aku adalah obyek buatmu”.

Berlawanan dengan konsep di atas, sistem kuantum diserupakan sebagai sebuah gumpalan bola energi yang memiliki bentuk yang beragam. Gumpalan-gumpalan bola energi ini saling berkaitan satu sama lain dan secara dinamis berpartisipasi dalam sebuah sistem lain yang lebih besar. Ketika dua sistem kuantum bertemu, mereka bakal berinteraksi. Yang terjadi adalah penggabungan kedua identitasnya menjadi sebuah gumpalan sistem kuantum baru dengan identitas baru. Segala bentuk-bentuk energi akan berubah secara dramatis, yang mana bahkan suatu saat tertentu akan lebih besar jumlahnya daripada jumlah masing-masing bola sebelum bergabung.

Pada kenyataannya, sistem tubuh manusia juga merupakan pola dari energi yang dinamis ini. Dengan mekanisme kuantum, ketika kita berinteraksi secara positif dengan orang lain, maka yang terjadi adalah kita akan tumbuh semakin besar. Bukan fisik yang berubah, namun lebih ke arah pemikiran, karakter, aspirasi, dan hal-hal sejenis itu. Pendewasaan ini akan terjadi juga pada lawan interaksi kita. Dalam perspektif ini, maka yang terjadi bukan lagi tentang “kamu” dan “aku”, akan tetapi lebih ke arah “kita”. Ini bukanlah pemisahan, tetapi integrasi. Bukan lagi isolasi, tapi pemahaman bahwa kita adalah bagian dari sistem universal yang maha besar. Pemahaman ini pula yang bisa membawa pencerahan baru dalam bidang budaya, manajemen organisasi, dan teamwork. Inilah intisari dari pencerahan ala Danah Zohar. Sebuah kecerdasan spiritual (Spiritual Intellegence).

Dewasa ini, dunia digerakkan dengan motivasi Newtonian. Kita hidup bagaikan bola-bola bilyar yang memantul-mantul dalam sebuah kotak. Dalam interaksinya, seringkali kita bertumbukan satu sama lain. Akan banyak konflik, kompetisi, iri hati, kecemburuan, dan kemarahan. Bisnis-bisnis besar digerakkan oleh motivasi gelap semacam ini. Ketamakan, ketakutan, kemarahan, dan kepentingan diri sendiri. Kapitalis-kapitalis yang kita ciptakan membuat bumi ini semakin menderita. Kita tahu bersama, selama ini kita menyedot minyak bumi tanpa henti dan tanpa berusaha secara sungguh-sungguh untuk mencari penggantinya. Karena semakin langka, kita kemudian menjualnya dengan harga mahal, yang menyebabkan susahnya pertumbuhan ekonomi dunia. Hutan-hutan kita tebangi, sehingga pemanasan global yang ada mengoyak lapisan ozon.

Di sistem Newtonian yang lebih kecil, di kampus teknik, kita seringkali bertumbukan dengan yang lain. Antara kaum hijau dengan kaum merah. Antara kelompok kiri dan kelompok kanan. Antara mahasiswa dengan dosen, ataupun antara senior dan junior. Seringkali, yang merasa senior memaksakan pengetahuan kepada junior yang dinilai bodoh. Dan junior pun menganggap niat baik senior itu sebagai sebuah intervensi. Senior masih berpikir, ”Konsepkulah yang paling benar, konsepmu itu sampah!!”. Dan kemudian bukti-bukti untuk menguatkan argumen bahwa senior yang paling benar disusun dengan sistematis. Dengan berkacak pinggang dan dengan kekuasaan yang diperoleh secara turun-temurun yang berwujud senioritas, dipaparkan ke depan hidung anak-anak kemaren sore itu kesalahan-kesalahan mereka dan kebenaran senior. Sebaliknya, mereka yang egonya tersinggung dengan aksi senior, kontan melawan. ”Sekarang bukan lagi jaman ketika mas-mas menjabat”, seloroh mereka. “Dunia sudah berubah, tantangan yang dihadapi jelas berbeda”, sebuah alasan klasik yang tidak bisa disangkal kebenarannya. Padahal, sanggahan inipun didasarkan atas kemarahan, dan ketersinggungan mereka atas perbuatan senior. Pada hakikatnya, mereka pun sama saja, lebih menonjolkan ke-aku-an daripada ke-kita-an. Dan bola-bola pun bertumbukan satu sama lain, menyebabkan kampus biru teknik panas dan tidak nyaman untuk ditinggali. Suhu yang panas ini persis sama seperti akibat semakin bolongnya lapisan ozon di kutub utara. Sebuah pola yang akan berulang terus-menerus apabila tidak ada yang menghentikannya. Sebuah kegilaan dan kebodohan yang tiada akhir.

Siapa yang dapat menghentikan kebodohan dan kegilaan ini semua? Superman?

* * *

Lois Lane sudah berani membuktikan ucapannya, bahwa dunia tidak lagi butuh Superman. Dia teruskan hidupnya walau tanpa kehadiran pria yang dicintainya. Hidup memang harus terus berjalan ke depan. Dan manusia adalah makhluk yang istimewa karena kelebihan ini. Bukan karena kekebalan kulitnya terhadap senjata apapun. Bukan juga karena kekuatan sinar mata yang mampu menghancurkan apapun. Manusia tidak butuh itu semua. Mereka sudah punya polisi untuk menangkap penjahat, walaupun seringkali penjahat itu lolos. Baju anti peluru untuk menahan peluru, walaupun seringkali tembus. Sebagian dari impian itu memang telah dapat diwujudkan manusia, walaupun sebagian yang lain tidak. Satu hal yang dimiliki manusia di atas segala makhluk lainnya, adalah manusia punya hati nurani dan semangat untuk maju. Dengan nuraninya, dia mampu menciptakan kebaikan. Dengan semangatnya yang pantang menyerah, dia mampu melalui rintangan yang ada hingga berabad-abad lamanya.

Dalam konteks ini, mungkin ada benarnya kata-kata bijak dari Jor-el, ayah kandung Superman dalam pesan wasiatnya kepada Kal-El, nama asli Superman;

”Walaupun kamu dibesarkan sebagai manusia, kamu bukanlah salah satu dari mereka. Mereka bisa menjadi bangsa yang besar, Kal-El. Mereka menginginkan hal itu. Mereka hanya kekurangan cahaya untuk menunjukan mereka jalan yang benar. Karena hal itulah, yaitu kapasitas mereka akan kebaikan, aku telah mengirimkan engkau kepada mereka, anakku satu-satunya...”

Semoga kita semua diberi kapasitas akan kebaikan ini. Inilah esensi dari kecerdasan spiritual dari seorang manusia. Kemudian apabila kecerdasan spiritual ini telah menyentuh semua orang, niscaya dunia akan benar-benar tercipta sebagai tempat yang indah, aman, tenteram dan damai sejahtera. Tak ada lagi perampokan, penjarahan, represi oleh penguasa, ataupun eksploitasi alam oleh pemodal. Dan ketika itu terlaksana, buat apa kekuatan Superman?

Sunday, January 22, 2006

7:55 AM - Surat Kepada Kakak-Kakak Senior

Lama gak nulis, ada aja yang menghalangi mood nulis. Untungnya ada si Ableh (Pimred SOLID) yang minta tulisan buat SOLID edisi depan. Ya udah, kebetulan. Setelah mikir2, ketemu ide. Jadilah sebuah tulisan. Biasalah.. tentang ospek... Yaahh... sedikit renungan aja tentang konsep kekerasan (pressing) dalam ospek kita. Ini eksklusif lho... Bocoran. Ntar dimuat di SOLID edisi depan. Jangan bilang2 sama anak2 SOLID kalo aku kirimkan ke sini.. hihihi....


Kepada Yth.
Kakak-Kakak Senior Teknik Unibraw
Di
Kampus

Assalamualaikum Wr. Wb.

Kakak-Kakak Senior yang saya hormati,
Pertama-tama saya ingin memperkenalkan diri saya. Saya seorang Maba Sipil, angkatan 2005. Nama saya aslinya Ponimin, tapi temen-temen kampung lebih sering memanggil saya dengan panggilan “Kepet”. Entah kapan saya mulai mendapat julukan itu, namun seingat saya, sejak kecil memang saya sudah biasa dipanggil dengan sebutan Ponimin “Kepet”. Apa sebabnya saya dipanggil demikian pun saya juga masih belum begitu jelas, cuman dari cerita emak, katanya hal itu berkaitan dengan peristiwa ketika saya masih bayi dahulu. Yang jelas saya gak ada masalah dengan julukan itu. Bahkan dengan nama itu saya semakin akrab dengan teman-teman. Akibatnya, teman saya pun sangat banyak, hingga meluber sampai kampung-kampung tetangga, kota tetangga, bahkan negara tetangga. Hehehe... paling tidak, itu tuuh... teman saya si Kardi, yang jadi TKI di Malaysia. Lho, kok jadi ngelantur gini ya?.. padahal bukan ini sebenarnya yang ingin saya sampaikan, maaf Kak.. soalnya ada hal yang menurut saya penting untuk ditanyakan kepada Kakak-Kakak Senior semuanya.

Jelasnya, maksud saya menuliskan surat ini bukan semata-mata dendam pribadi akibat semprotan “hujan lokal” ketika diinterogasi pada saat pendataan dahulu, bukan itu. Juga bukan karena dongkol disuruh-suruh lari pagi tiap hari sambil teriak-teriak 1..2..3..Teknik!!. Atau tulinya kuping saat dibentak-bentak, rambut disuruh cepak, dan hal-hal aneh seperti itu. Untuk hal-hal seperti itu sudah sering saya dengar semenjak saya SMU. Yang saya tahu sih, itu sudah jadi tradisi di tiap-tiap kampus untuk mengadakan acara perpeloncoan bagi Maba mereka. So, sejak awal saya memang sudah mempersiapkan diri untuk hal ini. Bahkan, emak pun membekali saya dengan jamu beras kencur buatan sendiri. Ia suruh saya minum jamu tersebut tiap pagi. Biar kuat, kata beliau. Dibandingkan dengan fakultas lain atau kampus lain, tugas dan barang yang dikenakan saat PK2 blum seberapa. Teman saya di UM dan ITN, sama-sama Teknik Sipil, malah disuruh bikin tas dari kaleng krupuk, topi dan trompet tahun baru, lucu khan..? Ada juga yang disuruh berdandan menor ala waria, ala cheerleader, dll. Pokoknya seru dan meriah deh..

Kakak-Kakakku yang baik,
Sebenarnya, dalam surat ini saya ingin bertanya kepada Kakak-Kakak semuanya. Ngapain sih kita-kita yang masih lugu ini dijadikan kelinci percobaan? Pernah hal ini tercetus dalam pikiran saya. Ya! Kelinci percobaan! Masalahnya sepertinya sih semua Kakak Senior berusaha mencari-cari kesalahan. Misalnya saja ketika saya ikut pendataan pertama kalinya. Saat itu saya dihukum karena rambut saya dinilai lebih panjang 0,5 cm dari ketentuan yang berlaku, 1:1:1. Cuman kelebihan 0,5 cm saja saya harus menerima beberapa guntingan tak beraturan. “Pethal” deh, kepalaku. Okeylah, saya gak masalah atas peristiwa itu, cuman yang ingin saya tanyakan, “Mengapa kami harus memotong pendek-pendek rambut kami, sementara banyak Kakak-Kakak senior yang rambutnya gondrong?”. Bukankah gak adil jika demikian? Kok enak? Mestinya, jika mau sportif, senior gak boleh gondrong dong... Hayooo....

Lebih lanjut, sebenarnya posisi kami bener-bener gak enak. Dalam PK2 itu kok kami merasa salahhh teruuusss. Mau berbuat ini salah, berbuat itu salah. Pendeknya maba selalu salah, senior selalu benar. Padahal, kalo mau jujur, masih banyak kesalahan senior waktu PK2 kemaren. Blum lagi bentak-bentaknya itu. Mau nyuruh ini bentak-bentak, nyuruh itu bentak-bentak. Kok galak banget sih? Emangnya kalau gak dibentak kita gak kedengaran apa? Kami bukan anak-anak yang tuli kok. Tanpa dibentak pun saya rasa teman-teman Maba juga bisa mendengar perintah dari Kakak.

Mengingat hal bentak-membentak ini saya jadi teringat sama temen saya Si Tulkiyem. Dia temen saya sekampung. Di desa dia terkenal anak yang pinter dan rajin. Semenjak sekolah SD hingga SMU dia selalu dapet ranking 3 besar. Anaknya kalem dan penurut. Ketika kami sama-sama diterima di Unibraw ini (saya di Sipil, dia di Elektro), betapa senang kami berdua. Akan tetapi, setelah menikmati pendataan pertama, rupanya baginya kesenangan ini tidak bertahan lama. Ketika kami sama-sama membuat tanda pengenal, dia curhat ke saya. Katanya dia tidak betah dengan PK2 ini. Baginya, kegiatan ini begitu menakutkan dan membuatnya trauma. Dia bercerita kalau seumur hidup dia tidak pernah dibentak-bentak seperti ini. Esoknya saya dengar dia tidak masuk. Akhirnya saya dengar dia pindah ke kampus lain, entah Unmuh atau Widyagama gitu.. saya belum sempat ngecek. Niat saya, selesai kegiatan ini saya akan kunjungi rumahnya. Kasian, gara-gara trauma ikut PK2 dia harus pindah kampus.

Kakak-kakakku yang pinter,
Sebenarnya apa sih yang kalian inginkan? Saya jadi bingung... Apa karena Kakak-Kakak dahulu diperlakukan seperti ini oleh senior-senior di atas Kakak, trus kalian balas dendam ke kami? Lho? Kalau begitu aneh sekali cara berpikir kalian? Bukankah seharusnya kalian balas dendam ke mereka, bukan ke kami? Kami yang gak ngerti apa-apa jadi korban dong? Walahhh... yo remek rek yang jadi maba!!! Ataukah ini tradisi yang memang harus dipertahankan terus seperti ini? Adalah hal yang biasa bahwa yang tua menindas yang masih muda, dan gak boleh protes. Nanti pada gilirannya yang muda jadi tua, bisa menindas juniornya. Lho? Kok begitu? Bukannya penindasan itu melanggar Pancasila dan UUD’45? Hayooo... berarti Kakak-Kakak telah melanggar hukum, ntar ditangkep polisi lho....

Mas Bejo, senior Mesin angkatan 1999 pernah bilang pada saya bahwa sebenarnya konsep PK2 adalah dalam rangka mengajari kami, kaum maba, agar kelak mengenal kehidupan kampus yang sebenarnya. Dia yang satu kosan dengan saya itu menyerocos bahwa pola kehidupan SMU yang penuh dengan hal-hal negatif, seperti hura-hura, narkoba, tawuran, seks bebas, cuek sama lingkungan sosial dan negara, dll. harus diganti dengan pola kehidupan baru yang penuh kebersamaan, kritis, obyektif, analitis, peka dengan lingkungan sosial, dll. Itulah dunia mahasiswa. Saat itu saya hanya mlongo saja mendengarkan pidatonya yang berapi-api itu. Mungkin juga karena terkesan dengan gaya bicara mantan pentolan HMM itu, saya jadi bertekad ingin mengikuti jejaknya jadi aktivis teknik. Akan tetapi, setelah mengalami kegiatan PK2 ini, saya kok jadi ragu. Jika benar yang dikatakan Mas Bejo di atas, mestinya kegiatan PK2 menjadi sebuah acara yang menarik. Penuh dengan dialektika. Wah... aku kok bisa ngomong gini yah? Ikut-ikutan Mas Bejo, kalau ngomong mesti pake istilah-istilah keren. Dialektika, paradigma, stigma... opo iku? Kadang-kadang aku sendiri gak mudeng yang dia omongin. Memang sih, diantara teman-teman SMU saya ada juga yang nakal. Ada yang make (narkoba), tawuran, free sex, dll. seperti yang dituduhkan Mas Bejo. Namun itu kan gak semuanya tho? Masih ada anak-anak golongan yang baik-baik, contohnya saya dan teman-teman satu geng.. eh satu grup saya. Kalau kami sih mana berani berbuat hal-hal semacam itu. Pak Kyai bilang hal-hal seperti itu dosa. Dan orang yang berdosa bakalan masuk neraka. Kami semua gak pengen masuk neraka. Enakan di sorga, bisa ketemu sama bidadari yang cantik-cantik.. hihihi. Lagian, bukannya di berita-berita TV, yang jadi pengedar narkoba itu malahan para mahasiswa, hayooo...

Mas-Mas dan Mbak-Mbakku yang budiman,
Inilah yang membingungkan saya. Sebagian besar mas-mas dan mbak-mbak panitia menekankan kepada kami supaya kami bisa menjadi seorang mahasiswa yang huebat. Yang bisa ini, itu, anu, atu, auuuk ah gelap !... Tapi yang seperti apa? Soale kami gak pernah dapat contoh konkret. Di teknik ini terus terang saja masih banyak yang nyuruh potong rambut, padahal dia gondrong. Ada juga yang menghukum maba yang telat, sementara besoknya dia datang di pertengahan acara. Mau contoh lagi yang lain? Banyak kok? Saya dan teman-teman maba pernah bikin daftar kesalahan panitia, ternyata isinya lebih dari 10 poin. Tapi bukan itu inti sebenarnya. Intinya adalah mas-mas dan mbak-mbak senior minim contoh konkret dalam pembinaan ini. Saya rasa, jika panitia PK2 menunjukkan contoh perbuatan nyata, sesuai antara ucapan dan perbuatannya, mungkin kegiatan itu bisa lebih berarti bagi kami. Bukankah sportif dan konsekuen juga seringkali kalian teriakkan di depan hidung kami, sampai-sampai kami rada puyeng mendengar suara merdu kalian? Blum lagi bau mulut dari masnya yang kebetulan belun sikatan.. ampuuun dehhh...

Satu lagi, kenapa panitia lebih memilih jalan kekerasan dalam mendidik kami, dan bukannya dengan jalan yang lebih santun dan sabar? Memang sie, terkadang bapak dan emak saya memarahi jika saya nakal. Itu dilakukan beliau dalam rangka mendidik saya, anak semata wayang mereka yang paling ganteng ini. Akan tetapi itupun gak setiap hari, dan hanya jika saya nakal atau bersalah. Selebihnya mereka menyayangi saya. Bedanya dengan PK2 ini, di sini hampir tiap hari saya dan teman-teman kena maraaah terus. Adaaa saja alasan untuk menyalahkan kami. Intinya ingin memarahi kami dan membentak-bentak kami. Melatih mental? Ya kalau melatih itu mesti ada ukurannya dong... jangan asal bentak. Kalau memang melatih, mestinya ngerti seberapa kuat anak ini diteriakin. Kalu asal mangap, bisa timbul korban. Tuh... teman saya si Tulkiyem yang jadi korban. Lagian, apa memang ini satu-satunya cara untuk melatih mental? Harus dengan cara kekerasan? Tidak adakah cara lain? Mungkin ini kiranya perlu kakak-kakak semua pertimbangkan di PK2 mendatang.

Mas-Mas dan Mbak-Mbakku yang cakep,
Akhirnya, jika ada kata-kata yang menyinggung kakak, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Hal itu sebenarnya hanyalah sekedar unek-unek dari saya, adikmu yang emang rada nekat ini. Demikian surat dari saya, atas perhatiannya, saya sampaikan terima kasih.


Wassalamualaikum Wr. Wb.

Malang, 22 Januari 2006

Hormat saya,


Ponimin “Kepet”
NIM : 05106100XX (hihihi... rahasia, demi keamanan)


NB :
- Awalnya saya bingung, mau kirim gak ya surat ini? Takut juga sih!! Tapi, kupikir-pikir daripada jadi jerawat batu, mending diungkapkan aja. Akhirnya, ya ini, nekat rek!! Kirim aja!! Moga-moga seluruh kakak panitia PK2 bisa membacanya.

- Harapan saya, dengan menulis surat ini saya tidak diciduk dan dimasukkan dalam ruang X. Bagaimanapun juga, jujur saja saya masih agak trauma dengan ruang X yang sangar itu.

Thursday, October 27, 2005

7:19 AM - Ramadhan, Sarung, Jas Almamater, dan Rasa Kemeruh

Ramadhan telah datang. Tetap saja bulan suci ini saya rasakan selalu berbeda dengan bulan-bulan Ramadhan sebelumnya. Bukan saja karena kali ini tak lagi terdengar gelegar mercon di sana-sini, ataupun semakin banyaknya penjual tajil dadakan di sepanjang jalan Soekarno-Hatta, ataupun maraknya sinetron-sinetron mistis yang dicap religius di TV, akan tetapi lebih ke arah rasa di dalam. Bagi saya, tiap kali bertemu muka dengan Ramadhan, sepertinya selalu memunculkan rasa baru di dalam hati. Tiap tahun rasa itu berbeda-beda. Untunglah, rasa yang beraneka itu tetap merupakan rasa yang positif, dalam arti masih dalam kerangka suasana dan aura spiritual yang suci dan kudus.


********

Banyak peristiwa berbeda yang selalu saya jumpai ketika Ramadhan. Masih jelas tergambar dalam benak saya, ketika dengan teman-teman kami rame-rame menginap di sekretariat HMS (Himpunan Mahasiswa Sipil). Ketika itu baju yang saya kenakan basah kuyup kehujanan. Nyari baju yang kering di loker dan gantungan baju HMS, bagaikan mencari jarum di tumpukan jerami di tengah malam gelap gulita, tanpa lampu listrik lagi! Nihil! Yang kutemukan hanyalah seonggok jas almamater dan selembar sarung. Sialan... eh.. nggak ding, lumayanlah... Daripada mati kedinginan tidur dengan baju basah. Singkat kata, malam itu saya tidur dengan hanya mengenakan sarung dan jas almamater doang. Jujur saja, bahkan saat itu saya tidak memakai "jeroan".. wehehehe... maklumlah... basah sie....

Malam berlanjut, sampai saatnya sahur tiba. Seingatku saat itu sudah termasuk 10 hari terakhir Ramadhan. Ini berarti warung-warung di sekitar kampus sudah mulai banyak yang tutup, yaahh.. akibat banyaknya mahasiswa yang mulai mudik ke negerinya masing-masing. Kemudian salah satu dari kami*) mengusulkan nyari sahur di dekat jembatan Soekarno-Hatta. Dia meyakinkan kami bahwa warung tersebut. pasti buka. Okey! Berangkatlah kita bersembilan ke sana. Dan hasilnya bisa ditebak. Warungnya tutup. Dengan cengengesan, guide kami yang lucu tapi KEMERUH ini minta maap,"Sory rek.. tadi sore kayaknya buka lho". Oooo... dasar!

Sungguh luar biasa anak ini, walopun di"jundu" kepalanya oleh kami bertiga, sedetik kemudian dia bisa kembali menguasai keadaan, seraya bilang,"Hmm.. tenang rek, ndik sebelah kono paling sik buka", ujarnya seraya nunjuk ke arah barat (Arah ke Sinbraw). Walopun menggerutu, terpaksa kami ikuti sarannya sekali lagi. Saat itu aku jadi mikir,"Wealah...udah hampir imsak gini masih keluyuran di jalanan. Mana aku sekarang cuman pake sarung sama jas almamater doang... Gimana kalo di jalan ketemu sama cewek-cewek yang sama-sama nyari sahur, khan malu... nasib-nasib..."

Warung yang kedua semakin mendekat. Mungkin merasa bertanggung jawab, dia berinisiatif bergegas ke depan duluan, menengok apakah warung tersebut buka atau tidak. Kami yang ditinggal di belakangnya melihatnya mendekati warung tersebut. Ketika dia menoleh ke arah kami, kulihat senyumnya mengembang aneh. Perasaanku gak enak. Kemudian dia mendekat ke arah kami. Sambil tangannya melindungi kepala, dia bilang,"Hehehe... warunge tutup...". Setelah itu dia berlari dikejar dua orang temanku. Tentu saja aku juga ingin mengejarnya dan ikut men"jundu" kepalanya, seandainya saat itu aku sedang tidak pake sarung...

Penderitaan berlanjut dengan warung-warung berikutnya yang tetep aja tutup. Tinggal satu-satunya alternatif yang tersisa, di kampung dekat unitas. Ini merupakan harapan terakhir, karena waktu imsak tinggal sedikit lagi. Bahkan seingatku, ketika kami berjalan di depan unitas, gema imsak sudah berkumandang. Huekks....

Ayo dong... nutut... nutut... begitu doa kami dalam hati. Rupanya doa-doa kami terkabul. Di sana kami menemukan warung satu-satunya yang masih buka di waktu itu. Segera kami antri. Apapun makanan yg ada, sikat aja, pokoknya masih nutut ngisi perut kami yang memang mulai "ndangdhutan". Secepat kilat kita habiskan sajian yang ada. Alhamdulillah begitu selesai menuntaskan, kumandang adzan subuh menggema dari Masjid raden Patah. Hufff.... gara-gara adanya tokoh kemeruh ini kita semua nyaris puasa seharian kelaparan tanpa sahurr.....


********

Banyak kenangan yang saya lewati bersama bulan Ramadhan dan sahabat-sahabat di kampus. Ada yang lucu, ada yang menjengkelkan, ada yang menyenangkan, ada yang mengharukan. Semua hal itu menjadi catatan tersendiri dalam perjalanan hidup saya. Semoga segala kebaikan Ramadhan selalu menyertai langkah kita semua, di sepanjang bulan-bulan berikutnya, di sepanjang tahun-tahun mendatang, di dunia ini, maupun di hari nanti.

Malang, 14 Ramadhan 1426H


NOTE :
Tulisan ini dibuat berdasarkan kejadian nyata ketika kami menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Sipil Unibraw. Tokoh-tokoh utama : Irfan, Puput, Acang, Oie', Yudi, Sis, Tamrin, Inan + Najib S'97. Sopo maneh yo?.. Sory udah banyak yang lupa detilnya... moga2 gak salah ingatanku...
*) Tokoh yang kemeruh ini adalah Yudi S'96 .. moga2 gak salah ingat!

Thursday, August 25, 2005

9:30 PM - Kromengan

Hari Minggu (21/08/05) lalu, berdua dengan mas Acang aku
berkunjung ke rumah salah satu sahabat kita, Bpk. Moch.
Arifin Khoiruddin. Pada awalnya hari itu kami berencana
akan menonton konser Kyai Kanjeng & Emha Ainun Nadjib di
stadion Sumberpucung. Berhubung acaranya baru dimulai
malam hari (sekitar jam 19.00 WIB), sorenya sekalian kami
putuskan untuk bertandang ke rumah mas Arifin yang
kabarnya sekarang tinggal di Sumberpucung. Ternyata rumah
kediaman beliau tidak tepat di Kota Sumberpucungnya
(makane aku kok gak ngerti rekk... Nek Sumberpucung dan
sekitarnya aja aku sedikit banyak pasti ngertilah..), akan
tetapi di Kota Kromengan, sebuah kota kecamatan kecil di
lereng Gunung Kawi. Dahulu Kromengan memang masih sebuah
Desa yang di bawah Kecamatan Sumberpucung. Namun beberapa
tahun yang lalu, desa ini "memberontak", memisahkan diri
dari Sumberpucung, mandiri sebagai sebuah kecamatan
Kromengan. Yaahh.. kira2 mirip GAM-lah.

Setelah roda dua kami mblusak-mblusuk naik turun lembah,
lewati persawahan tembakau dan perbukitan, sampailah kami
di rumah kediaman beliau. Dari ruas jalan propinsi arah
Malang-Blitar, masuknya kira2 berjarak 20-an kilometer
(bener tah Cang?). Pokoke, cukup mbulet-lah mencari
rumahnya. Disambut dengan senyumannya yg khas, dan segelas
teh manis dari istrinya yang cantik (itu tuh.. yang dulu
ikutan waktu beliau kompre...), kami ngobrol ngalor ngidul
mengenai apa aja. Dari cerita2 tentang jaman sekolah.. eh
kuliah, hingga kabar-kabari temen2 semuanya. Tidak lupa
kabar Mbak Sri (Recording) juga dia tanyakan... heran
aku... masih dendam mungkin dia sama mbak Sri. Ataukah
justru sebaliknya? Merindukannya? Who knows?

Sekarang ini beliau bertugas sebagai PNS Kabupaten Malang.
Kantornya di Kepanjen. Lebih tepatnya di stadion
Kanjuruhan, salah satu stadion bertaraf internasional yang
dimiliki Jawa Timur. Ketika aku dengan Antonov PKN di
Jembatan Metro II deket2 situ, stadion ini masih dalam
fase pembangunan. Nampaknya sekarang stadion ini sudah
beroperasi. Seringkali beliau menyaksikan stadion itu
dipakai bertanding oleh tim2 papan atas liga sepakbola
nasional. Di Kepanjen ini, beliau tiap hari pulang pergi
dari Kromengan. Menurutku sie ya lumayan jauh, sekitar 30
km-an. Akan tetapi sepertinya hal ini bisa dilakoninya
dengan ikhlas dan enjoy. Dengar apa kata calon ayah ini
(Istrinya sudah hamil 4 bulan lho...), "Aku mbiyen iku gak
seneng bal-balan, lhakok saiki malah meh saben dino ndelok
bal-balan? Sing mbiyen golek kerjo nglamar teko ndi-ndi
sing adoh-adoh njobone Malang, lhakok malah ditempatno
ndik Malang? Urip iku pancene gak iso ditentokne.. Kabeh
wis ono sing ngatur", ujarnya berfilsafat. Menurutnya,
terkadang hidup itu menghasilkan hal-hal yang tak
diduga-duga. Tidak jarang, suatu saat nanti kita akan
dihadapkan pada sesuatu yang sangat bertolak belakang
dengan yang kita terima sekarang ini. Dan ketika itu
terjadi, kita memang harus siap. Karena, mungkin saja hal
itulah sebenarnya yang terbaik bagi kita. Bukankah Tuhan
yang maha mengetahui apa-apa yang tidak diketahui oleh
manusia?

Saat kalimat itu diucapkannya, kami berada di beranda
samping rumahnya. Sejurus kemudian kulihat langit sore
semakin merona. Dan ketika langit makin gelap, kami
berpikir sudah saatnya kami pamitan. Emha & Kyai
Kanjengnya memang sudah menunggu kedatangan kami. Sesudah
menyempatkan diri sholat maghrib di rumahnya, kamipun
mohon diri. Tatkala melambaikan tangan kepada mereka, ada
sesuatu yang tersisa yang membuatku untuk ingin kembali
kesana. Ya.. suatu saat aku harus kesana, karena sesuatu
yang hanya Aku dan Acang yang mengetahuinya ...

Kromengan, 21 Agustus 2005

Tuesday, July 05, 2005

12:59 PM - War

Dalam milist, seorang sahabat menuliskan sebuah kisah memilukan. Berisi tentang penderitaan seorang wanita yang disiksa dan diperkosa oleh tentara AS di penjara Abu Gharib, Irak. Konon, di tengah-tengah siksaan dan perkosaan itu, dia masih sempat menuliskan penderitaannya dalam secarik surat. Surat inilah yang akhirnya dapat diselundupkan keluar dari penjara. Dan dengan tulisannya itu pula terkuaklah kebejatan tentara AS di penjara Abu Gharib. Irak dibuat gempar, duniapun gusar.

Perang, dalam segala bentuknya memang akan selalu menyisakan penderitaan. Betapa banyak manusia yang telah menjadi korban dari perang ini. Jika dihitung, dari sejak jaman Perang Troya (Yunani, 1180SM), hingga Operation Iraqi Freedom (Baghdad 2003), berapa banyak jiwa melayang akibat tusukan pedang, hunjaman panah, desing peluru, pecahan mortir, rudal, hingga bom nuklir? Jutaankah? Milyaran?

Tak hanya jiwa yang melayang. Kota-kota hancur, gedung-gedung rata dengan tanah. Anak-anak kehilangan ibunya, ibu-ibu kehilangan anaknya. Tak jarang penderitaan pasca perang tidak kalah kejam ketimbang saat perang berlangsung. Penyakit menular di kamp pengungsian, trauma psikologis, cacat-cacat fisik, kehancuran ekonomi, sosial dan budaya, adalah derita tambahan yang lazim bagi korban perang.

Ironisnya, kejadian mengerikan itu seringkali hanyalah ulah segelintir orang-orang yang merasa berkuasa atas orang-orang lain. Nama-nama besar mereka dan golongannya lalu bermunculan di seantero dunia. Hitler di Jerman, Phol Phot di Kamboja, Saddam Husein di Irak, dan tentu saja, Suharto di Indonesia,… lho kok?

Di Indonesia, perang bukanlah hal yang aneh. Kisah-kisah heroik perlawanan rakyat terhadap penjajah asing bersanding dengan kisah perlawanan rakyat terhadap penguasa. Cerita tentang Surabaya 10 November 1945, akan diteruskan dengan kisah DOM di Aceh, Peristiwa Tanjung Priok, atau Jembatan Semanggi di Jakarta. Bahkan, ada pula yang tidak jelas motivasinya. Tawuran antar kampung, bentrok antar warga, Tawuran pelajar/mahasiswa seringkali mewarnai lembaran berita di media massa. Hanya karena masalah uang Rp 2500,00 perak, diejek, atau sebab-sebab remeh lainnya, orang sekampung bisa tawuran. Jangan heran… inilah Indonesia ….

Begitu akrabnya negeri ini dengan tawuran, di kota-kota besar sering kita jumpai tulisan, “WAR” (bahasa Inggris), yang berarti “perang”. Tidak hanya sebagai grafiti dinding-dinding dalam kampung, tulisan “WAR” ini juga terpampang mentereng di pinggir-pinggir jalan, sebagai baliho, spanduk, poster, atau papan nama. Taruhlah di 3 kota besar Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, dan Malang. Di sana akan banyak kita jumpai kata “WAR-net” di pinggir jalan. Dan yang dapat kita saksikan kemudian adalah banyak sekali pemuda berbondong-bondong mendatangi tempat itu. Untuk apa coba, kalau bukan untuk berperang? Di tempat lain antusiasme masyarakat tertuju pada suatu tempat yang bertuliskan “WAR-tel”. Di sini mereka bahkan bersedia antri untuk bisa berperang… ck… ck... Ini belum semuanya. Ada juga yang lebih senang mendatangi tempat dengan label “WAR-teg”. Konon, di sini mereka akan sangat nyaman melakukan perang dengan sajian yang ada… Masyaallah!! Akankah ini semua akan kita biarkan saja?

Saturday, May 28, 2005

9:37 AM - Jangan Ajak Aku ke Matos

Dahulu, ketika lahan itu masih menjadi tanah kosong, aku sering lewat jalan di depan SMU8 di samping tanah tsb. Rumput alang-alangnya begitu tinggi, kira-kira setinggi orang berdiri. Semak belukar begitu tebalnya, menambah suasana sangar tanah tsb. Setiap hari sepi, tak pernah sekalipun kulihat anak-anak bermain di sana. Mestinya tanah kosong seluas itu paling enak buat main layang-layang atau main bola. Tinggal membabat rumput dan belukar yang ada, jadilah lapangan yang luas. Nyatanya, anak-anak kampung sekitar situ gak ada yang berani menjadikannya lapangan. Takut kali ya? Tepat di tengah, berdiri reruntuhan bangunan Akademi Pertanian, kampus yang sekarang tinggal namanya saja. Sosok sisa-sisa bangunan yang tersamarkan oleh rimbun belukar mirip dengan gambaran rumah hantu dalam film horor. Hii.. syereemmm...

"Tanah sengketa". Istilah itu muncul belakangan, setelah diketahui adanya permasalahan tentang siapa pemilik lahan tersebut. Ada yang bilang tanah itu milik kampus UM, namun pihak PEMKOT mengklaim tanah itu milik pemerintah. Mana yang bener? Entahlah. Yang jelas bukan punyaku kok.. Kalo punyaku, udah dari dulu bakalan takjual. Mana sudi aku punya tanah angker kayak gitu. Banyak setannya!

Setan-setan tanah sengketa itu pada awalnya baik-baik saja kok. Mereka sudah hidup dengan damai di sana selama puluhan tahun. Tidak pernah terdengar kabar dari warga Penanggungan, kampung sekitar, tentang adanya anak kesurupan, atau orang yang dihantui penampakan setan-setan tanah tsb. Bisa jadi setan-setan sungkan sama arwah para pahlawan penghuni TMP di sebelahnya. Penduduk sekitarpun juga cukup menghargai keberadaan "penghuni" tanah sengketa itu. Yaah.. intinya sudah terjalin toleransi kehidupan antar mereka.

Akan tetapi, pada suatu hari kedamaian mereka terusik. Berbondong-bondong manusia tiba-tiba berdatangan ke sana. Membawa palu, sekop, dan alat-alat berat mereka membersihkan belukar. "Istana" hantu di tengah lapangan diratakan dengan sekali gebrakan. Tentu saja hal ini membuat "para penghuni" murka. Tidak heran apabila kemudian para setan melampiaskan kemarahan dengan merasuki sebagian besar orang-orang yang ada di sana. Mereka merasuki siapa saja. Tidak peduli orang yang merubuhkan istananya, orang-orang yang berdemo menuntut penghentian Matospun juga dirasukinya.

Coba anda lihat bagaimana para demonstran itu memekik, berteriak, membakar ban dan saling mendorong. Massa yang Pro Matos (FPMKM=Forum Peduli Masyarakat Kota Malang), beradu dengan massa mahasiswa yang kontra Matos (KMAM=Koalisi Masyarakat Anti Matos). Wajah-wajah mereka beringas. Menyeringai, dan berkerut-kerut. Mereka semua tidak sadar bahwa semuanya telah kerasukan!!

Karena itu teman-temanku, saranku, janganlah kalian pergi ke pembukaan hipermarket itu tanggal 26 Mei besok. Sesungguhnya di sana nanti masih banyak setan-setan yang akan merasukimu. Mereka tidak segan-segan akan menyusup ke dalam pikiranmu, membuatmu berpikir bahwa tidak apa-apa Matos didirikan di kawasan pendidikan. Tidak akan ada kemacetan, kerawanan, atau hal-hal yang dikuatirkan kalangan akademisi. Justru pembangunan itu dapat menyerap tenaga kerja, seperti yang didengungkan FPMKM. Melalui aliran darahmu mereka akan membisikkan kenyamanan dengan fasilitas2 yang ada. Tangga berjalan di luar ruang, bioskop 21 yang mewah, dan gerai barang2 sehari-hari yang menawan.

Dan apabila kalian tetap memaksa ingin pergi, janganlah kalian mengajak aku kesana. Aku tidak akan melarangmu ke sana, karena semua hal tentang setan-setan itu sudah aku ceritakan kepadamu.

Sekali lagi aku tegaskan, janganlah ajak aku ke sana, karena sebenarnya aku akan ke sana sendiri saja... hehehe... nanti malam.

Rupanya setan memang telah merasuki kita semua..


Malang, 25 Mei 2005

Wednesday, April 27, 2005

6:39 PM - Mbah Mie

Entah siapa yang memberi nama begitu. Sampai sekarang pun saya tetap tidak tahu siapa nama beliau sebenarnya. Nama panggilan "Mbah Mie" itu hanya gara-gara beliau menjual mie rebus di depan pasca. Bukan mie pangsit, bukan dengan rombong. Beliau cuman punya seruangan bilik kecil untuk menjual mie instant. Bilik ini bahkan tidak layak disebut bilik. Berwujud gang sempit diantara studio foto dan toko kelontong, sekilas memang tidak begitu nampak dari luar. Walaupun demikian, bagi mereka yang telah menjadi pelanggannya, tidak sulit menemukan warung ini.

Direbus, digoreng, dengan kuah atau "nyemek-nyemek" (agak basah), merupakan hak prerogatif pemesan. Mie beragam merek ditatanya rapi di meja kecil. Konsumen boleh mengambil sendiri mie tsb, lalu menyerahkannya untuk dimasak. Perbedaan merek akan membedakan harga. Taruhlah Mie Rakyat yang Rp 600,00 itu. Setelah jadi mie rebus, Mbah Mie mematok harga Rp 900-1000,00. Untuk Indomie yang Rp 875,00 direbus jadi Rp 1200-1500,00. Cukup murah untuk ukuran tanggal tua. Minumannya seperti STMJ, kopi, teh, dan minuman-minuman instant semacam itu. Camilan yang tersedia berupa krupuk pasir, permen, dan berbagai varian snack yang umum ada di warung-warung lain.


Rambutnya belum seluruhnya menguban, sebagian besar masih nampak hitam, dikonde. Tubuhnya yang kecil selalu dibalut busana old fashioned alias kebaya model lawas. Keriput-keriput di wajah, lengan dan lehernya seolah memberitahu kita bahwa telah cukup banyak dia makan asam, garam dapur dan kehidupan ini. Orangnya ramah dan murah senyum.

Mbah Mie memang bisa diandalkan. Ketika yang lain sudah tutup, pintu warungnya tetap terbuka lebar. Lewat tengah malam (pukul 24.00 WIB), beliau masih terjaga. Dengan sabar dia menunggu sisa-sisa manusia yang masih bergentayangan di malam hari. Siapa lagi kalau bukan para tukang becak, satpam, netter, mahasiswa yg lagi melekan garap tugas/studio, ataupun aktivis yang dilanda kelaparan. Dedikasinya bagi orang-orang itu, telah teruji dalam bilangan puluhan tahun.

Dahulu warung beliau masih di depan, yaitu yang sekarang disewa oleh studio foto. Jika kita datang malam-malam, dapat kita jumpai beliau duduk di kursinya sambil terkantuk-kantuk. Tidak jarang beliau tertidur pulas menanti pembeli. Kalau sudah begitu, jangan sungkan-sungkan untuk membangunkannya. Beliau tidak pernah marah, bahkan biasanya tersenyum. Setelah menanyakan apa pesanan kita, segera dia menyalakan kompor, merebus air dan memasakkan pesanan itu.

Pelanggannya tidak banyak. Dengan cara demikian, entah berapa laba yang bisa didapatnya. B/C Ratio Analysis sepertinya sulit menganalisa konsep bisnisnya. Pisau-pisau analisis manajemen modern niscaya akan tumpul dibuatnya. Semuanya seperti mengalir begitu saja, persis penuturan beliau tentang sejarah kawasan Ketawanggede. Melalui kisahnya, kita dapat gali banyak hal. Tentang hamparan sawah-sawah yang hijau membentang di kawasan ini. Sungai yang airnya mengalir jernih. Rumpun-rumpun bambu yang wingit, banyak gendruwonya dan kisah orang-orang dulu yang pernah mewarnai tanah Ketawanggede ini.

Sekarang, banyak hal yang telah berubah.
Sawah-sawah telah menjadi rumah, kos-kosan dan gedung kuliah.
Sungai di tengah sawah menjelma selokan yang menjadikan lab hidrolika terbelah.
Rerumpun bambu telah hilang, jadi lahan parkiran.
Anak-anak muda silih berganti datang dan pergi.
Tahun-tahun akan terus berlalu,
Sementara Mbah Mie akan terkantuk-kantuk terus menunggu.
Sampai kapankah itu? Entahlah aku tak tahu ...

Ketawanggede, 27 April 2005

©  irfan 2005