<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d11226496\x26blogName\x3dTetirah+...\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dSILVER\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://irfanmoe.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://irfanmoe.blogspot.com/\x26vt\x3d6101411460645826096', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
Tetirah ...

Adalah sebuah "laku" untuk beristirahat sejenak dari rutinitas. Di sini akan terendapkan segala penat dan kepayahan hidup. Situs ini dibangun bukan untuk siapapun, melainkan bagi kicauan burung-burung, semerbak bunga-bunga, bening telaga, dan hijaunya rerumputan. 

Thursday, March 31, 2005

6:23 AM - Perut

Seminggu yang lalu saya bertemu dengan beberapa sahabat saya*). Mereka adalah teman sekampus yang sekarang telah semburat bekerja di berbagai kota. Ada yang di Jakarta (Sunter, Cikini), Sidoarjo, Pasuruan, ada juga yang di Malang sini saja. Sekilas, ada perubahan-perubahan yang cukup mencolok diantara kami. Rata-rata teman-teman jadi keliatan lebih tambun dibanding ketika mereka masih kuliah dulu. Entah apa yang telah diperbuat kota-kota itu pada mereka. Teman-temanku yang dulu langsing, sekarang jadi sedikit subur.

Tidak hanya berat badan yang bertambah, saya amati perut teman-teman cowok juga semakin membuncit. Melihat mereka, saya jadi teringat perut para pejabat teras yang terlibat kasus korupsi. Model perut semacam itu juga sering dipakai oleh jajaran kepolisian ketika melakukan operasi "cegatan". Tanpa surat perintah Pak Polisi menilang para pengendara motor yang nggak pake helm. Tentu saja operasi semacam ini tidak lebih baik daripada tindakan pengemis yang meminta-minta uang pada orang di jalan. "Hmm... jangan-jangan teman-temanku udah mulai ketularan penyakit ini...??", terbersit pikiran ngeres dalam benakku. Akan tetapi setelah beberapa saat lamanya ngobrol ngalor-ngidul dengan mereka, kecurigaanku tampaknya kurang berdasar. Dari obrolannya, segera saya tahu bahwa mereka masih rekan-rekanku yang seperti dulu. Cukup lantang mereka bicara masalah kenaikan BBM. Cukup fasih mereka nggosip menteri-menteri kabinet SBY. Pendeknya, mereka masih saudara-saudara seperjuangan, seperti semasa kami turun ke jalan dahulu.

Indikator termudah untuk menganalisa perut adalah melalui panjang ikat pinggang. Saya sendiri mengalaminya. Dalam setahun, posisi lobang ikat pinggang saya bisa maju mundur. Biasanya jika bulan puasa, saya pasang ikat pinggang di posisi agak masuk (karena perut "kempes"). Begitu hari raya, tiba-tiba ikat pinggang saya bisa bergeser satu atau dua lobang. Tidak jarang, beberapa jeans yang ngepres terpaksa saya biarkan kancingnya terbuka. Biar longgar jes....
Urusan perut memang gampang-gampang susah. Banyak orang jadi pencuri, penjambret, mucikari, atau PSK dengan alasan perut. "Buat nyari makan mas..". Di level atas, mereka berlomba-lomba memark-up proyek, menilep uang anggaran, dan lain-lain, bukan untuk apa-apa, melainkan untuk dimakan, dan masuk ke perut.

Abraham Maslow (1908-1970) menempatkan kebutuhan perut ini di tingkatan paling rendah dari kebutuhan manusia. Manusia akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan dasar (sandang, pangan=perut, papan), sebelum ia mampu merasakan kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu keamanan, pengakuan & harga diri. Puncak tertinggi adalah aktualisasi diri. Teori ini kita kenal luas dengan piramida kebutuhan manusia.

Akan tetapi nampaknya teori ini tidak selamanya benar. Bagaimana tidak, di Indonesia, orang-orang yang nampaknya sudah tercukupi kebutuhan primernya, sudah tercukupi rasa aman, diakui, dan terhormat kedudukan sosialnya, masih saja banyak yang nilep uang negara. Harusnya para elit politik kita tinggal mikir bagaimana dia bisa memajukan negara. Bagaimana dia bisa punya andil besar bagi negeri ini, sukur-sukur bisa di tingkat dunia. Dan ini merupakan kebutuhan tertinggi, sebuah aktualisasi diri. Bukan lagi ngurusi urusan perut. Kalo gini, apa bedanya dengan orang kebanyakan? Katanya jadi elit politik, mustinya kebutuhannya yang elit-elit dong. Kurang keren tuhh ... Gak elit blass ...

Malang, 30 Maret 2005


*)Sabtu, 26 maret 2005 : Ketemu Rizal, Acang, Yudho, Katong, di lab Mektan. Mira, Puput, Oyie', di SOLID. Mohon maap jika ada kata2 yg menyinggung ... :)


Blogger Gunawan Wibisono said...

Weleh jareneate update seminggu pisan. Kie wis 2 minggu rung update?
Blog-ku rung mlebu nang bab konco2 nang nggonamu kie?  


Blogger irfan said...

Wehehehe... sory2 boss... lagi sibuk update jonggringsaloka. Iki saiki tak update anyar, "mbah Mie"... selamat menikmati  


Post a Comment

©  irfan 2005