<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d11226496\x26blogName\x3dTetirah+...\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dSILVER\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://irfanmoe.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://irfanmoe.blogspot.com/\x26vt\x3d6101411460645826096', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
Tetirah ...

Adalah sebuah "laku" untuk beristirahat sejenak dari rutinitas. Di sini akan terendapkan segala penat dan kepayahan hidup. Situs ini dibangun bukan untuk siapapun, melainkan bagi kicauan burung-burung, semerbak bunga-bunga, bening telaga, dan hijaunya rerumputan. 

Sunday, January 22, 2006

7:55 AM - Surat Kepada Kakak-Kakak Senior

Lama gak nulis, ada aja yang menghalangi mood nulis. Untungnya ada si Ableh (Pimred SOLID) yang minta tulisan buat SOLID edisi depan. Ya udah, kebetulan. Setelah mikir2, ketemu ide. Jadilah sebuah tulisan. Biasalah.. tentang ospek... Yaahh... sedikit renungan aja tentang konsep kekerasan (pressing) dalam ospek kita. Ini eksklusif lho... Bocoran. Ntar dimuat di SOLID edisi depan. Jangan bilang2 sama anak2 SOLID kalo aku kirimkan ke sini.. hihihi....


Kepada Yth.
Kakak-Kakak Senior Teknik Unibraw
Di
Kampus

Assalamualaikum Wr. Wb.

Kakak-Kakak Senior yang saya hormati,
Pertama-tama saya ingin memperkenalkan diri saya. Saya seorang Maba Sipil, angkatan 2005. Nama saya aslinya Ponimin, tapi temen-temen kampung lebih sering memanggil saya dengan panggilan “Kepet”. Entah kapan saya mulai mendapat julukan itu, namun seingat saya, sejak kecil memang saya sudah biasa dipanggil dengan sebutan Ponimin “Kepet”. Apa sebabnya saya dipanggil demikian pun saya juga masih belum begitu jelas, cuman dari cerita emak, katanya hal itu berkaitan dengan peristiwa ketika saya masih bayi dahulu. Yang jelas saya gak ada masalah dengan julukan itu. Bahkan dengan nama itu saya semakin akrab dengan teman-teman. Akibatnya, teman saya pun sangat banyak, hingga meluber sampai kampung-kampung tetangga, kota tetangga, bahkan negara tetangga. Hehehe... paling tidak, itu tuuh... teman saya si Kardi, yang jadi TKI di Malaysia. Lho, kok jadi ngelantur gini ya?.. padahal bukan ini sebenarnya yang ingin saya sampaikan, maaf Kak.. soalnya ada hal yang menurut saya penting untuk ditanyakan kepada Kakak-Kakak Senior semuanya.

Jelasnya, maksud saya menuliskan surat ini bukan semata-mata dendam pribadi akibat semprotan “hujan lokal” ketika diinterogasi pada saat pendataan dahulu, bukan itu. Juga bukan karena dongkol disuruh-suruh lari pagi tiap hari sambil teriak-teriak 1..2..3..Teknik!!. Atau tulinya kuping saat dibentak-bentak, rambut disuruh cepak, dan hal-hal aneh seperti itu. Untuk hal-hal seperti itu sudah sering saya dengar semenjak saya SMU. Yang saya tahu sih, itu sudah jadi tradisi di tiap-tiap kampus untuk mengadakan acara perpeloncoan bagi Maba mereka. So, sejak awal saya memang sudah mempersiapkan diri untuk hal ini. Bahkan, emak pun membekali saya dengan jamu beras kencur buatan sendiri. Ia suruh saya minum jamu tersebut tiap pagi. Biar kuat, kata beliau. Dibandingkan dengan fakultas lain atau kampus lain, tugas dan barang yang dikenakan saat PK2 blum seberapa. Teman saya di UM dan ITN, sama-sama Teknik Sipil, malah disuruh bikin tas dari kaleng krupuk, topi dan trompet tahun baru, lucu khan..? Ada juga yang disuruh berdandan menor ala waria, ala cheerleader, dll. Pokoknya seru dan meriah deh..

Kakak-Kakakku yang baik,
Sebenarnya, dalam surat ini saya ingin bertanya kepada Kakak-Kakak semuanya. Ngapain sih kita-kita yang masih lugu ini dijadikan kelinci percobaan? Pernah hal ini tercetus dalam pikiran saya. Ya! Kelinci percobaan! Masalahnya sepertinya sih semua Kakak Senior berusaha mencari-cari kesalahan. Misalnya saja ketika saya ikut pendataan pertama kalinya. Saat itu saya dihukum karena rambut saya dinilai lebih panjang 0,5 cm dari ketentuan yang berlaku, 1:1:1. Cuman kelebihan 0,5 cm saja saya harus menerima beberapa guntingan tak beraturan. “Pethal” deh, kepalaku. Okeylah, saya gak masalah atas peristiwa itu, cuman yang ingin saya tanyakan, “Mengapa kami harus memotong pendek-pendek rambut kami, sementara banyak Kakak-Kakak senior yang rambutnya gondrong?”. Bukankah gak adil jika demikian? Kok enak? Mestinya, jika mau sportif, senior gak boleh gondrong dong... Hayooo....

Lebih lanjut, sebenarnya posisi kami bener-bener gak enak. Dalam PK2 itu kok kami merasa salahhh teruuusss. Mau berbuat ini salah, berbuat itu salah. Pendeknya maba selalu salah, senior selalu benar. Padahal, kalo mau jujur, masih banyak kesalahan senior waktu PK2 kemaren. Blum lagi bentak-bentaknya itu. Mau nyuruh ini bentak-bentak, nyuruh itu bentak-bentak. Kok galak banget sih? Emangnya kalau gak dibentak kita gak kedengaran apa? Kami bukan anak-anak yang tuli kok. Tanpa dibentak pun saya rasa teman-teman Maba juga bisa mendengar perintah dari Kakak.

Mengingat hal bentak-membentak ini saya jadi teringat sama temen saya Si Tulkiyem. Dia temen saya sekampung. Di desa dia terkenal anak yang pinter dan rajin. Semenjak sekolah SD hingga SMU dia selalu dapet ranking 3 besar. Anaknya kalem dan penurut. Ketika kami sama-sama diterima di Unibraw ini (saya di Sipil, dia di Elektro), betapa senang kami berdua. Akan tetapi, setelah menikmati pendataan pertama, rupanya baginya kesenangan ini tidak bertahan lama. Ketika kami sama-sama membuat tanda pengenal, dia curhat ke saya. Katanya dia tidak betah dengan PK2 ini. Baginya, kegiatan ini begitu menakutkan dan membuatnya trauma. Dia bercerita kalau seumur hidup dia tidak pernah dibentak-bentak seperti ini. Esoknya saya dengar dia tidak masuk. Akhirnya saya dengar dia pindah ke kampus lain, entah Unmuh atau Widyagama gitu.. saya belum sempat ngecek. Niat saya, selesai kegiatan ini saya akan kunjungi rumahnya. Kasian, gara-gara trauma ikut PK2 dia harus pindah kampus.

Kakak-kakakku yang pinter,
Sebenarnya apa sih yang kalian inginkan? Saya jadi bingung... Apa karena Kakak-Kakak dahulu diperlakukan seperti ini oleh senior-senior di atas Kakak, trus kalian balas dendam ke kami? Lho? Kalau begitu aneh sekali cara berpikir kalian? Bukankah seharusnya kalian balas dendam ke mereka, bukan ke kami? Kami yang gak ngerti apa-apa jadi korban dong? Walahhh... yo remek rek yang jadi maba!!! Ataukah ini tradisi yang memang harus dipertahankan terus seperti ini? Adalah hal yang biasa bahwa yang tua menindas yang masih muda, dan gak boleh protes. Nanti pada gilirannya yang muda jadi tua, bisa menindas juniornya. Lho? Kok begitu? Bukannya penindasan itu melanggar Pancasila dan UUD’45? Hayooo... berarti Kakak-Kakak telah melanggar hukum, ntar ditangkep polisi lho....

Mas Bejo, senior Mesin angkatan 1999 pernah bilang pada saya bahwa sebenarnya konsep PK2 adalah dalam rangka mengajari kami, kaum maba, agar kelak mengenal kehidupan kampus yang sebenarnya. Dia yang satu kosan dengan saya itu menyerocos bahwa pola kehidupan SMU yang penuh dengan hal-hal negatif, seperti hura-hura, narkoba, tawuran, seks bebas, cuek sama lingkungan sosial dan negara, dll. harus diganti dengan pola kehidupan baru yang penuh kebersamaan, kritis, obyektif, analitis, peka dengan lingkungan sosial, dll. Itulah dunia mahasiswa. Saat itu saya hanya mlongo saja mendengarkan pidatonya yang berapi-api itu. Mungkin juga karena terkesan dengan gaya bicara mantan pentolan HMM itu, saya jadi bertekad ingin mengikuti jejaknya jadi aktivis teknik. Akan tetapi, setelah mengalami kegiatan PK2 ini, saya kok jadi ragu. Jika benar yang dikatakan Mas Bejo di atas, mestinya kegiatan PK2 menjadi sebuah acara yang menarik. Penuh dengan dialektika. Wah... aku kok bisa ngomong gini yah? Ikut-ikutan Mas Bejo, kalau ngomong mesti pake istilah-istilah keren. Dialektika, paradigma, stigma... opo iku? Kadang-kadang aku sendiri gak mudeng yang dia omongin. Memang sih, diantara teman-teman SMU saya ada juga yang nakal. Ada yang make (narkoba), tawuran, free sex, dll. seperti yang dituduhkan Mas Bejo. Namun itu kan gak semuanya tho? Masih ada anak-anak golongan yang baik-baik, contohnya saya dan teman-teman satu geng.. eh satu grup saya. Kalau kami sih mana berani berbuat hal-hal semacam itu. Pak Kyai bilang hal-hal seperti itu dosa. Dan orang yang berdosa bakalan masuk neraka. Kami semua gak pengen masuk neraka. Enakan di sorga, bisa ketemu sama bidadari yang cantik-cantik.. hihihi. Lagian, bukannya di berita-berita TV, yang jadi pengedar narkoba itu malahan para mahasiswa, hayooo...

Mas-Mas dan Mbak-Mbakku yang budiman,
Inilah yang membingungkan saya. Sebagian besar mas-mas dan mbak-mbak panitia menekankan kepada kami supaya kami bisa menjadi seorang mahasiswa yang huebat. Yang bisa ini, itu, anu, atu, auuuk ah gelap !... Tapi yang seperti apa? Soale kami gak pernah dapat contoh konkret. Di teknik ini terus terang saja masih banyak yang nyuruh potong rambut, padahal dia gondrong. Ada juga yang menghukum maba yang telat, sementara besoknya dia datang di pertengahan acara. Mau contoh lagi yang lain? Banyak kok? Saya dan teman-teman maba pernah bikin daftar kesalahan panitia, ternyata isinya lebih dari 10 poin. Tapi bukan itu inti sebenarnya. Intinya adalah mas-mas dan mbak-mbak senior minim contoh konkret dalam pembinaan ini. Saya rasa, jika panitia PK2 menunjukkan contoh perbuatan nyata, sesuai antara ucapan dan perbuatannya, mungkin kegiatan itu bisa lebih berarti bagi kami. Bukankah sportif dan konsekuen juga seringkali kalian teriakkan di depan hidung kami, sampai-sampai kami rada puyeng mendengar suara merdu kalian? Blum lagi bau mulut dari masnya yang kebetulan belun sikatan.. ampuuun dehhh...

Satu lagi, kenapa panitia lebih memilih jalan kekerasan dalam mendidik kami, dan bukannya dengan jalan yang lebih santun dan sabar? Memang sie, terkadang bapak dan emak saya memarahi jika saya nakal. Itu dilakukan beliau dalam rangka mendidik saya, anak semata wayang mereka yang paling ganteng ini. Akan tetapi itupun gak setiap hari, dan hanya jika saya nakal atau bersalah. Selebihnya mereka menyayangi saya. Bedanya dengan PK2 ini, di sini hampir tiap hari saya dan teman-teman kena maraaah terus. Adaaa saja alasan untuk menyalahkan kami. Intinya ingin memarahi kami dan membentak-bentak kami. Melatih mental? Ya kalau melatih itu mesti ada ukurannya dong... jangan asal bentak. Kalau memang melatih, mestinya ngerti seberapa kuat anak ini diteriakin. Kalu asal mangap, bisa timbul korban. Tuh... teman saya si Tulkiyem yang jadi korban. Lagian, apa memang ini satu-satunya cara untuk melatih mental? Harus dengan cara kekerasan? Tidak adakah cara lain? Mungkin ini kiranya perlu kakak-kakak semua pertimbangkan di PK2 mendatang.

Mas-Mas dan Mbak-Mbakku yang cakep,
Akhirnya, jika ada kata-kata yang menyinggung kakak, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Hal itu sebenarnya hanyalah sekedar unek-unek dari saya, adikmu yang emang rada nekat ini. Demikian surat dari saya, atas perhatiannya, saya sampaikan terima kasih.


Wassalamualaikum Wr. Wb.

Malang, 22 Januari 2006

Hormat saya,


Ponimin “Kepet”
NIM : 05106100XX (hihihi... rahasia, demi keamanan)


NB :
- Awalnya saya bingung, mau kirim gak ya surat ini? Takut juga sih!! Tapi, kupikir-pikir daripada jadi jerawat batu, mending diungkapkan aja. Akhirnya, ya ini, nekat rek!! Kirim aja!! Moga-moga seluruh kakak panitia PK2 bisa membacanya.

- Harapan saya, dengan menulis surat ini saya tidak diciduk dan dimasukkan dalam ruang X. Bagaimanapun juga, jujur saja saya masih agak trauma dengan ruang X yang sangar itu.

©  irfan 2005